Sabtu, 30 April 2011

Guru SMKN 1 Simpang Empat Jadi Petugas Upacara di sekolah

Ada yang unik dari peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2011 di SMK Negeri 1 Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu. Setiap penyelenggaraan upacara penaikan bendera, baik itu upacara hari Senin ataupun upacara peringatan hari-hari besar nasional, biasanya yang menjadi petugas pelaksana upacara adalah siswa. Namun kali ini agak berbeda, karena yang menjadi petugas upacara adalah para guru SMKN 1 Simpang Empat. Berdasarkan penuturan wakil kepala sekolah bidang kurikulum ibu Hamsinah, S.Pd bahwa ide ini berasal dari para guru sendiri. Mereka ingin menunjukkan kepada para siswa bahwa mereka pun bisa menjadi petugas upacara, bahkan mereka seharusnya dapat memberikan contoh yang lebih baik kepada siswa. Kepala sekolah mengatakan bahwa guru harus bisa menjadi petugas upacara, jangan hanya bisa menyalahkan siswa yang sering berbuat kesalahan pada saat jadi petugas.

Pelaksanaan upacara peringatan hardiknas, yang diikuti semua guru dan staf serta seluruh siswa, ini berjalan dengan lancar. Adapun tema peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 ini adalah Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan Subtema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Dalam sambutan Menteri Pendidikan Nasional yang dibacakan Kepala SMKN 1 Simpang Empatmenekankan tentang perlunya pendidikan karakter ditanamkan sejak dini dalam rangka memperkuat jati diri  sebagai bangsa yang besar, sebagaimana cuplikan sambutan beliau:

"Kita memahami dan menyadari tentang tantangan global dan internal yang sedang dihadapi, yang mengharuskan kita semua untuk lebih memperkuat jati diri, identitas dan karakter sebagai bangsa Indonesia. Bangsa yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumberdaya alam dan manusia (bonus demografi) yang luar biasa besarnya. Demikian juga kesempatan yang sangat terbuka untuk menjadi bangsa dan negara yang besar, maju, demokratis dan sejahtera. Oleh karena itu, dengan optimisme yang kuat, kerja keras dan cerdas serta semangat kebersamaan, Insya Allah cita-cita mulia itu bisa kita wujudkan.
Disinilah mengapa pendidikan berbasis karakter dengan segala dimensi dan variasinya menjadi penting dan mutlak. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan kita bangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.Karakter yang bertumpu pada kecintaan dan kebanggaan terhadap Bangsa dan Negara dengan Pancasila, UUD NKRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pilarnya."

Jumat, 29 April 2011

Guru Bupati Bertandang ke Tanah Bumbu


MKKS SLTA Kabupaten Tanah Bumbu kedatangan tamu dari Kabupaten Tulung Agung, yaitu Guru dan Kepala Sekolah SMA Karang Anyar, sekolah dimana dahulu Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming menimba ilmu. Pertemua dengan rombongan tamu dari Tulung Agung tersebut mengambil tempat di gedung 7 Februari Pagatan. Pertemuan yang digelar bersamaan degan rapat MKKS SLTA yang juga bertepatan dengan acara Pesta Adat Mappanretasi, dihadiri oleh Kepala Dinasi Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tanah Bumbu Drs. H.Muhammad Amin, MM dan hampir seluruh pejabat di lingkungan Disdikpora Tanah Bumbu.
Dalam pertemuan tersebut Ketua rombongan  dari Tulung Agung yang juga mantan Kepala Sekolah SMA Karang Anyar, memaparkan berbagai keberhasilan pedidikan di Tulung Agung dengan menampilkan profil beberapa sekolah. Hal ini disambut antusias oleh para Kepala Sekolah yang hadir dalam pertemuan itu, mengingat keberhasil pengelolaan pendidikan di suatu daerah dapat dijadikan sebagai benchmarking atau pembanding untuk kemajuan pendidikan di sekolah masing-masing.
Pada akhir acara, Kepala Dinas berkesempatan memberikan cindra mata berupa kain tenun khas Pagatan kepada ketua rombongan dari Tulung Agung. (amir)

Rabu, 27 April 2011

Bocah Ajaib


Seorang bocah perempuan berusia satu tahun asal China berhasil memecahkan rekor dunia. Gadis kecil ini memiliki 26 jari kaki dan tangan.
Lei Yadi Min, lahir dengan 14 jari-jari kaki dan 12 jari tangan. Lei yang  tinggal di perkampungan Okkalarpa di Selatan Yangon bersama ibu dan saudaranya, memiliki tujuh jari pada setiap kaki dan enam jari pada setiap tangan.

Guinness Book Record
sebelumnya mencatat dua bocah asal India, Pranamya Menaria dan Devendra Harne sebagai polidaktil terbanyak di dunia.
Keduanya adalah anak India, berusia masing-masing lima dan 15 tahun. Dua orang anak ini memiliki 12 jari pada setiap tangan dan jari kaki masing-masing 12 dan 13 jari.
Polidaktil merupakan kondisi anomali kongenital yang terjadi pada satu dari setiap 500 kelahiran hidup. Biasanya, digit tambahan jari tidak dapat digunakan atau non-fungsional.
Selain anak-anak polidaktil tersebut, ada juga seorang polidaktil anonim asal China lain yang memiliki 15 jari tangan dan 16 jari kaki. Namun setelah dioperasi, ia tak lagi masuk dalam buku rekor dunia. 
 
Wow fantastis kan! Di kedua tangannya Lei Yadi ini masing-masing memiliki 6 buah jari dan di kedua kakinya masing-masing memiliki 7 buah jari.
Waah, unik sekali ya?
Lihat saja di foto, jari-jari kaki si Lei ini benar-benar berjumlah 14 kan?

Rabu, 20 April 2011

Tenun Pagatan

Tenun tradisional Bugis Pagatan adalah tenun yang berasal dari daerah Pagatan, Kalimantan. Tenun ini merupakan hasil kerajinan orang-orang Bugis yang tinggal di Pagatan.
Saat ini, perkembangan Tenun Pagatan mengalami perkembangan pesat. Berbagai jenis pakaian muncul kemudian menggunakan tenun jenis ini. Tenun Pagatan tidak hanya digunakan sebagai pakaian tradisional saja. Namun juga berbagai jenis pakaian yang lain.
2. Jenis Tenun Pagatan
Berdasarkan cara menenun dan cara membuat hiasan pada kain tenun, ada beberapa jenis kain Tenun Pagatan (Sjarifuddin, 1994/1995: 26-30), yaitu:
a. Jenis Songket (so’be)
Tenun Pagatan yang berjenis songket terdapat dua macam, yaitu jenis so’be are dan jenis so’be sumelang. Ornamen pada so’be are dibuat tembus ke sebelah dalam. Caranya adalah menyisipkan benang tenun untuk membuat ornamen tersebut ketika menenunnya. Meskipun begitu, hiasan yang terlihat baik hanya bagian luarnya saja, bagian dalam tidak bagus untuk dipakai karena hanya merupakan tembusan dari benang songket tersebut. Sedangkan ornamen pada so’be sumelang hanya disisipkan pada bagian muka saja, tidak tembus ke dalam.
b. Jenis Tenun Ikat (bebbe)
Jenis tenun ini dibuat dengan cara mengikat benang tenun sebelum dicelupkan ke dalam zat pewarna. Mengikat benang dengan kulit batang pisang ini dalam bahasa Bugis Pagatan disebut membebbe. Karena itulah nama tenun ini adalah tenun bebbe atau tenun ikat. Proses menenun benang dilakukan setelah benang tersebut dicelupkan ke dalam zat pewarna. Proses menenun dilakukan dengan cara mengatur benang tenun sesuai dengan ikatan pada waktu benang dicelupkan ke dalam pewarna. Dan jadilah sebuah ornamen sesuai dengan corak yang diinginkan oleh penenun.
c. Jenis Panji
Hiasan pada tenun Panji tidak dibuat melalui ikat atau songket, tapi dengan motif anyaman langsung melalui benang pakan atau pasulu yang dianyamkan pada benang dirian. Hasilnya adalah ragam khusus sesuai dengan yang diinginkan melalui anyaman benang tenun yang sudah diwarnai. Jadi, motif anyaman tersebut dibuat secara langsung dan diatur sendiri oleh penenun.
d. Sarung Kotak-kotak Biasa
Jenis sarung kotak-kotak pada kain Tenun Pagatan sebenarnya hanya merupakan dasar hiasan saja. Karena pada perkembangannya kemudian, jenis tenun sarung kotak-kotak digabungkan dengan berbagai motif hiasan yang lain. Bentuk dasar kotak-kotak dapat digabungkan dengan songket, baik sobbe are maupun sobbe sumelang. Bentuk dasar kotak-kotak menggunakan anyaman jenis panji atau jenis bebbe.
Secara umum, sebenarnya Tenun Pagatan mempunyai pola dasar (sujubila) yang kemudian menjadi dasar pola hiasan yang beraneka ragam. Pola-pola hiasan dasar tersebut mereka buat sebagai acuan pada kain-lain tertentu untuk dijadikan acuan dalam mereka menenun. Beberapa pola dasar hiasan Tenun Pagatan, misalnya bentuk burung, kuda, keris pohon kayu yang berada di tengah laut (fujengki), anak panah, burung di pohon, angsa, babi, pohon kayu biasa, rantai, singa, orang bermain panah, naga, kelinci, jambangan bunga, kaligrafi, kembang bakung, dan berbagai motif yang lain.
3. Bahan dan Cara Pembuatan
Pembuatan kerajinan seni Tenun Pagatan tersebut masih berlangsung hingga sekarang. Sjarifuddin (1994/1995:18-26) menjelaskan beberapa bahan untuk membuat Tenun Pagatan dan cara pembuatannya. Bahan dan proses pembuatan Tenun Pagatan adalah sebagai berikut.
a. Bahan
Bahan baku untuk membuat tenun ini adalah benang yang telah siap digunakan, antara lain:
1. Benang Tenun
Terdapat empat macam benang yang dapat digunakan untuk menenun dengan tingkat kualitas yang berbeda-beda, yaitu:
2. Benang sutra yang berasal dari sutra alam
Sutra ulat yang digunakan untuk membuat Tenun Pagatan ini pada zaman dahulu langsung didatangkan dari Sulawesi. Bahan tersebut kemudian diolah di Pagatan. Saat ini, daerah Pagatan sekitarnya sudah tidak ada lagi yang menggunakan sutra alam. Sebagai gantinya, pengrajin menggunakan benang biasa atau benang Samarinda, benang yang digunakan untuk membuat sarung Samarinda. Sutra alam merupakan bahan yang paling baik untuk bahan pembuatan Tenun Pagatan, baik secara kualitas maupun kehalusannya.
3. Benang Samarinda
Sesuai dengan namanya, benang Samarinda adalah benang yang digunakan untuk membuat sarung Samarinda. Benang ini tidak diolah secara tradisional, namun dibuat oleh pabrik.
4. Benang Singapur
Merupakan benang buatan pabrik yang digunakan untuk membuat Tenun Pagatan. Kualitas benang ini lebih baik daripada benang Samarinda, namun lebih buruk dibanding benang sutra alam.
5. Benang Biasa
Benang biasa yang digunakan untuk membuat seni Tenun Bugis Pagatan ini adalah benang biasa yang telah diwarnai oleh pabrik pengolah dengan berbagai warna. Benang ini biasanya digunakan untuk berbagai keperluan lain selain tenun, misalnya bahan untuk membuat bordir dan menyulam.
• Bahan pewarna
Bahan pewarna digunakan untuk mewarnai benang yang siap digunakan untuk menenun. Bahan pewarna ada dua macam, yaitu bahan pewarna tradisional dan buatan pabrik.
Bahan pewarna tradisional ialah kesumba atau nila dan daun kabuau untuk warna hitam. Kabuau adalah sejenis tumbuhan yang buahnya digunakan sebagai kelereng dalam permainan kelereng di wilayah pedesaan Kalimantan Selatan. Cara menggunakan daun kabuau sebagai pewarna, yakni daun kabuau direbus kemudian bahan yang ingin diberi warna dicelupkan ke dalam rebusan daun kabuau. Setelah itu, bahan tadi dibenamkan ke dalam lumpur selama satu malam, lalu dicuci dan dikeringkan.
Bahan pewarna buatan pabrik yang digunakan untuk mewarnai benang tenun adalah wantek. Warna wantek beraneka ragam, sehingga memudahkan pembuat tenun untuk menciptakan corak tenun sesuai yang mereka inginkan. Cara menggunakannya adalah dengan mencelupkan benang ke dalam wantek.
• Bahan Pengawet Tradisional
Bahan pengawet digunakan untuk menjaga warna agar tidak luntur. Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah bahan pengawet tradisional, bukan bahan pengawet buatan pabrik. Bahan pengawet tradisional yakni buah nyiur yang masih sangat muda dan kulit jambu mete. Proses penggunaannya, masing-masing bahan tersebut ditumbuk, dicampur dengan air, kemudian disaring airnya. Selanjutnya, benang yang sudah diwarnai tadi dicelupkan ke dalam air saringan itu.
b. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk membuat Tenun Bugis Pagatan sama dengan yang alat tenun dari daerah asalnya, yaitu Sulawesi Selatan. Namun, peralatan tenun yang digunakan di daerah Pagatan dan sekitarnya dibuat dari kayu yang banyak terdapat di daerah itu. Berikut ini beberapa peralatan yang digunakan untuk membuat kain tenun tradisional Bugis Pagatan (Sjarifuddin, et. al. 1994/1995: 22-24).
• Roweng atau mesin uluran, yaitu peralatan untuk mengulur atau membuka benang dari gulungannya.
• Ola. Alat ini digunakan untuk menggulung benang tenun.
• Unuseng atau papali, digunakan untuk melereng benang pasulu atau benang pakan, yaitu benang yang digunakan untuk menyisipkan benang sau pada saat menenun.
• Pamedangan. Alat ini digunakan untuk mengikat benang pada tenun ikat sebelum dicelupkan ke dalam bahan pewarna.
• Saureng, yaitu alat untuk menyusun benang dirian.
• Patekko. Alat untuk menahan kedua benang dirian atau sau pada waktu mahani.
• Belebas. Alat untuk memisahkan benang dirian.
• Penggulung (awereng) dan pucucukkare. Alat untuk membuat sela atau jarak yang memisahkan benang dirian (sau).
• Are, yaitu alat untuk mengatur dan menyelipkan benang tenun songket pada waktu membuat ornamen pada kain tenun jenis songket.
• Sisir (jakka). Alat untuk mengatur benang dirian (sau).
• Pamalu, yaitu alat untuk menggulung benang dirian (sau) yang belum ditenun.
• Pessa. Alat untuk menggulung kain yang sudah ditenun atau sau yang sudah ditenun dengan pasulu-nya.
• Simong. Alat untuk menempatkan pamalu.
• Tamrajeng merupakan alat yang dapat menimbulkan bunyi pada waktu merapatkan benang pasulu atau benang pakan. Fungsinya, agar orang tahu kalau di tempat itu ada orang sedang menenun.
• Boko-boko adalah alat untuk merentangkan benang dirian pada waktu menenun.
• Bulang. Alat ini dalam bahasa Banjar disebut tali tampar. Fungsinya menghubungkan boko-boko didorong ke belakang sehingga benang dirian menjadi kencang.
• Papanenre. Dalam bahasa Banjar disebut papankatinjakan yang berfungsi sebagai tempat kaki berpijak.
• Walida atau walira dalam bahasa Banjar. Alat ini berfungsi untuk membuat ruang pemisah pada benang sau sehingga memudahkan untuk memasukkan turak atau teropong yang berisi anggaliri/lerengan yang berisi benang pasulu yang digulung.
• Sakka (dalam bahasa Banjar: sumbi) berfungsi untuk menjaga tepi kain agar tetap lebar.

Peralatan menenun
Sumber foto: http://indotimnet.files.wordpress.com
c. Cara Pembuatan
Di atas telah dijelaskan bahwa terdapat beberapa jenis Tenun Pagatan, dua di antaranya adalah jenis tenun ikat (bebbe) dan tenun songket (so’be). Kedua jenis kain ini dibuat dengan cara yang berbeda. Proses pembuatan kedua jenis Tenun Pagatan ini adalah sebagai berikut.
• Tenun Songket
Pertama, Langkah pertama adalah mangola, yaitu memasukkan seikat benang tenun ke dalam ruweng, yang kemudian digulung dengan gulungan benang (ola) yang dibuat khusus untuk membuka benang dari gulungan aslinya (gincilan).
Kedua, makajuneng. Yaitu memindahkan benang dari ola ke ajuneng, lalu dihitung berapa yang akan diikat dengan kulit batang pisang (gadang) sebelum dicelupkan ke dalam zat pewarna.
Ketiga, mengikat (mem-bebbe). Mengikat benang yang telah berada di ajuneng sesuai dengan pola yang diinginkan.
Keempat. Ikasumba. Mencelup benang-benang yang telah diikat (di-bebbe) ke dalam zat pewarna.
Kelima, menjemur benang (irakui).
Keenam, membuka ikatan (mabuka bebbe). Setelah benang yang dijemur tersebut kering, langkah selanjutnya adalah membuka ikatannya.
Ketujuh, dipali, yaitu menggulung benang ke anagaliri benang, benang pakan, atau pasulu. Alat yang dipakai adalah onoseng atau lerengan untuk melereng pasulu. Pasulu adalah benang pakan yang dianyamkan ke dalam benang dirian pada waktu menenun. Dipali, yaitu benang tersebut digulung pada papali, sehingga benang tergulung pada anagaliri. Setelah semua peralatan ini siap, barulah proses menenun dilakukan.
• Tenun Songket
Pertama, memberi warna pada benang tenun yang akan dijadikan bahan tenun tanpa diikat.
Kedua, menganji (ipandre. Mencelupkan benang yang akan digunakan untuk bahan tenun ke dalam tepung beras yang telah dimasak terlebih dahulu. Tepung kanji ini dipergunakan untuk mengeraskan benang.
Ketiga, mangola. Yaitu, menyisipkan benang tenun membentuk sesuai dengan pola yang telah dibuat.
4. Fungsi Tenun Pagatan
Fungsi Tenun Pagatan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Pada mulanya Tenun Pagatan cuma dibuat untuk kain sarung. Dan kain sarung itu pun hanya dipakai oleh kaum laki-laki. Pada perkembangan selanjutnya, kain sarung Tenun Pagatan tidak hanya dipakai oleh kaum laki-laki, namun juga para perempuan.
Selain sarung, Tenun Pagatan pada zaman dahulu juga digunakan untuk membuat pakaian para raja, terutama Raja Bugis Pagatan. Pakaian tersebut berupa celana kerja yang disebut “Sulara Pajama”, baju, dan sarung. Tenun Pagatan untuk pakaian raja biasanya menggunakan motif khusus.
Perkembangan fungsi Tenun Pagatan terus berlangsung hingga sekarang. Saat ini, Tenun Pagatan sudah banyak digunakan untuk berbagai jenis pakaian sesuai dengan selera pemakai atau pemesannya. Beberapa jenis pakaian yang dibuat dari Tenun Pagatan, misalnya sarung, dasi, stagen, selendang, baju biasa, rok, kain panjang, busana muslim, pakaian tari, dan lain-lain.
5. Nilai-nilai
Tenun Pagatan mengandung nilai-nilai sebagai berikut.
a. Nilai Ekonomi
Menenun merupakan salah satu kegiatan yang dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Menenun menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat Pagatan selain mata pencaharian mereka sebagai pelaut. Tenun Pagatan yang pada mulanya merupakan pakaian tradisional yang dipakai orang-orang atau dalam kegiatan tertentu, kini berkembang dalam berbagai bentuk pakaian. Tentunya perkembangan ini menguntungkan pengrajin, yaitu kelangsungan mata pencaharian mereka tetap terjaga dan pengetahuan mereka tentang tenun semakin meningkat dengan berbagai inovasi yang mereka lakukan.
b. Nilai Budaya
Kain Tenun Pagatan merupakan warisan budaya bernilai tinggi. Masyarakat telah melakukan kegiatan menenun ini selama ratusan tahun. Hampir semua masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia masing-masing mempunyai kerajinan tenun. Dari sekian banyak jenis tenun yang ada dari berbagai daerah itu, tentu saja tak jarang yang mulai punah. Oleh karena itu, Tenun Pagatan yang masih ada hingga saat ini perlu dilestarikan dan dikembangkan sebagai warisan budaya.
c. Nilai Sosial
Tenun Pagatan menjadi ciri khas kebudayaan para perantau Bugis di Kalimantan Selatan. Tenun ini menandakan bahwa kebudayaan yang ada di sebagian besar wilayah Indonesia atau Nusantara pada masa lalu adalah hasil perpaduan satu budaya dengan budaya yang lain. Artinya tidak ada kebudayaan yang berdiri sendiri tanpa ada pengaruh dari budaya yang lain. Seperti halnya akulturasi budaya Melayu yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Ini ditandai dengan kemiripan budaya di antara berbagai masyarakat Melayu, misalnya dari segi bahasa, peralatan, kesenian, pakaian, dan sebagainya.
6. Penutup
Tenun Pagatan merupakan salah satu kerajinan khas Melayu yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Saat ini, tenun tradisional Pagatan semakin berkembang dalam berbagai jenis pakaian.
(Mujibur Rohman/bdy/16/12-2010)
Sumber foto utama: http://www.pakdenoran.blogspot.com/

Selasa, 19 April 2011

UN hanya sebagai barometer

Siapa yang tak ingin dipuji karena berprestasi. Siapa juga yang tak ingin dinilai kualitasnya bagus. Dua hal tersebut merupakan sesuatu yang membanggakan. Namun bagaimana jika keduanya berada pada dua sisi yang saling bertolak belakang. Dua hal yang saling bertolak belakang ini menyatu dalam dunia pendidikan. Di satu sisi, pemerintah membuat aturan bahwa agar seseorang bisa menyelesaikan satu tingkat pendidikan ia harus memenuhi standar kemampuan minimal. Standar minimal ini diukur dengan suatu sistem yang bernama Ujian Nasional (UN).
Di sisi lain yang terjadi di lapangan berbeda dengan harapan pemerintah, masyarakat banyak mempermasalahkan UN. Masyarakat berpendapat bahwa UAN bertentangan dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 58 ayat 1 dan pasal 59 ayat 1). Sebagian berpendapat bahwa UAN berdampak negatif terhadap pembelajaran di sekolah, menghamburkan biaya, dan hanya mengukur aspek kognitif. Argumentasi lain adalah kondisi mutu sekolah yang sangat beragam sehingga tidak adil jika harus diukur dengan menggunakan ukuran (standar) yang sama. Sehingga muncul kekhawatiran tentang kemungkinan banyaknya siswa yang tidak lulus.
Meskipun tahun ini, pelaksanaan UN sedikit berbeda, sesuai Permendiknas No 2 Tahun 2011 tentang UN, kelulusan siswa ditentukan dari nilai sekolah (40 %) dan nilai UN (60 %). Khusus untuk nilai sekolah ditentukan dari nilai rapor (40 %) dan nilai ujian akhir sekolah/UAS (60 %).
Apapun itu bentuk formulasi dan metode UN, tetap saja jadi momok bagi siswa, bahkan bagi guru. Beban yang dipikul siswa kelas tiga ini sangat berat, mereka harus belajar dengan sangat keras. Ada yang menambah jam belajar, mengikuti les tambahan, bahkan kursus private. Ini bagi mereka yang mampu membayar. Bagaimana dengan yang tidak mampu? Jadi jangan salahkan mereka kalau kemudian mereka menempuh cara-cara yang tidak fair dengan melakukan kecurangan dalam UN.
Untuk menghindari hal tersebut, menurut pendapat saya sebaiknya UN tidak lagi andil menentukan kelulusan, karena yang berhak menentukan lulus tidaknya seorang siswa itu adalah pihak sekolahnya masing-masing. Bagaimanapun, pihak sekolah yang lebih mengetahui kemampuan atau perkembangan seorang siswa dalam belajar. UN seharusnya hanya dijadikan tolok ukur untuk mengetahui tingkat kemajuan pendidikan di suatu sekolah dan daerah.

Senin, 18 April 2011

La Galigo

La Galigo adalah epik terpanjang dunia. Ianya wujud sebelum epik Mahabharata. Ianya mengandungi sebahagian besar puisi ditulis dalam bahasa bugis lama. Epik ini mengisahkan tentang kisah Sawerigading, seorang pahlawan yang gagah berani dan juga perantau. La Galigo tidak boleh diterima sebagai teks sejarah kerana ianya penuh dengan mitos dan peristiwa-peristiwa luar biasa. Walaubagaimanapun, ia tetap memberi gambaran kepada sejarahwan mengenai kebudayaan Bugis sebelum abad ke 14.
Sebahagian manuskrip La Galigo dapat ditemui di perpustakaan-perpustakaan di Eropah, terutamanya di Perpustakaan Leiden. Terdapat juga 600 muka surat tentang epik ini di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, dan jumlah mukasurat yang tersimpan di Eropah dan di yayasan ini adalah 6000 tidak termasuk simpanan oleh orang perseorangan.
Kitaran Hayat La Galigo

Epik dimulai dengan penciptaan dunia. Ketika dunia ini kosong (merujuk kepada Sulwesi Selatan), Raja Di Langit, La Patiganna, mengadakan suatu mesyuarat keluaraga dari beberapa kerajaan termasuklah Senrijawa dan Peretiwi dari alam ghaib dan membuat keputusan untuk melantik anak lelakinya yang tertua, La Toge’ langi’ menjadi Raja Alekawa (Bumi) dan memakai gelaran Batara Guru. La Toge’ langi’ kemudiannya berkahwin dengan sepupunya We Nyili’timo’, anak kepada Guru ri Selleng, Raja alam ghaib. Tetapi sebelum Batara Guru dinobatkan sebagai raja di bumi, beliau harus melalui suatu tempoh ujian selama 40 hari 40 malam. Tidak lama kemudiannya, beliau pun turun ke bumi, dikatakan turun di Ussu’, sebuah daerah di Luwu’ dan terletak di Teluk Bone. Batara Guru kemudiannya digantikan oleh anaknya, La Tiuleng dengan memakai gelaran Batara Lattu’. Beliau kemudiannya mendapat dua orang anak kembar iaitu Lawe atau La Ma’dukelleng atau Sawerigading (Putera Ware’) dan kembarnya, seorang anak perempuan bernama We Tenriyabeng. Kedua-dua kembar itu tidak membesar bersama dan kemudian Sawerigading, yang pada mulanya menganggap bahawa We Tenriyabeng tidak mempunyai hubungan darah dengannya, ingin berkahwin dengannya. Tetapi disebabkan ini adalah suatu larangan, dia meninggalkan Luwu’ dan bersumpah tidak akan kembali. Dalam perjalannya ke Kerajaan Cina, beliau telah mengalahkan beberapa pahlawan termasuklah pemerintah Jawa Wolio iaitu Setia Bonga. Sesampainya di Cina, beliau berkahwin dengan Datu Cina iaitu We Cudai.
Sawerigading digambarkan sebagai seorang kapten kapal yang perkasa dan antara tempat yang dilawati beliau ialah Taranate (Ternate di Maluku), Gima (Sama ada Bima atau Sumbawa), Jawa Rilau’ dan Jawa Ritengnga (kemungkinan Jawa Timur dan Tengah), Sunra Rilau’ dan Sunra Riaja (kemungkinan Sunda Timur dan Sunda Barat) dan Melaka. Beliau juga dikisahkan melawat syurga dan alam ghaib. Pengikut-pengikut Sawerigading terdiri daripada saudara-maranya dari pelbagai rantau dan rombongannya selalu didahului oleh kehadiran tetamu yang pelik seperti orang bunian, orang berkulit hitam dan orang berambut di dada.
Sawerigading adalah ayahanda I La Galigo (gelaran Datunna Kelling). I La Galigo juga seperti ayahandanya, seorang kapten kapal, seorang perantau, pahlawan mahir dan perwira yang tiada tolok bandingan. Beliau mempunyai empat orang isteri yang berasal dari pelbagai negeri. Seperti ayanhandanya, I La Galigo tidak pernah menjadi raja.
Anak lelaki I La Galigo iaitu La Tenritatta’ adalah yang terakhir di dalam epik itu untuk dimahkotakan di Luwu’.
Kitaran epik ini merujuk kepada waktu dimana penempatan Bugis berada di persisiran pantai Sulawesi. Ini dibuktikan dengan bentuk setiap kerajaan ketika itu. Penempatan awal ketika itu berpusat di muara sungai dimana kapal-kapal besar boleh melabuh dan pusat pemerintah pula terletak berdekatan dengan muara. Pusat pemerintahan mengandungi istana dan rumah-rumah orang atasan. Berdekatan dengan istana terdapat Rumah Majlis (Baruga) berfungsi untuk tempat bermesyuarat dan tempat menyambut pedagang-pedagang asing. Kehadiran pedagang-pedagang asing amatlaj dialu-alukan di kerajaan Bugis ketika itu. Selepas membayar cukai, barulah pedagang-pedagang asing boleh berniaga. Selalunya, pemerintah berhak berdagang dengan meraka menggunakan sistem barter, diikiuti golongan atasan atau bangsawan dan kemudiannya orang kebanyakkan. Perhubungan antara kerajaan adalah memalui jalan laut dan golongan muda bangsawan selalunya diarah untuk merantau sejauh yang mungkin sebelum memikul sebarang tanggungjawab dan Sawerigading dikatakan sebagai model mereka. (Sumber: http://www.rappang.com)

Rabu, 13 April 2011

TIPS MENGHADAPI UN 2011

Ada semacam kekhawatiran berlebihan dalam menghadapi ujian nasional yang justru hal tersebut akan merusak mental dan otak kita karena semuanya itu tergantung pada pikiran kita. Ingat bahwa pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Seandainya kita benar-benar siap menghadapi ujian nasional tersebut maka semuanya akan berjalan lancar tanpa ada kenada sedikitpun. Ini ada beberapa Persiapan Sebelum ujian:
1. Perbanyak Aktivitas Pendekatan Diri Pada Tuhan
Semua usaha untuk meraih hasil yang di ingin kan haruslan dilakukan secara lahir dan batin, semakin mendekatkan pada tuhan, mohon ampunlah atas segala dosa dan tingkatkanlah keimanan anda, Puasa Senin kamis bagi beragama islam.
2. Restu dari keluarga
Ini penting sekali restu keluarga, mintalah doa dari kedua orang tua ataua orang yang anda kenal, orang terdekat anda, sebelum berpamitan dulu dengan kedua orang tua.
3. Siapkan mental Dan Fisik Anda
Persiapkan mental anda dan fisik anda jangan sampai sakit.
4. Buat Jadwal Kegiatan Dirumah Anda
5. Belajar Tekun Dan Teratur
6. Usahakan belajar Dirumah 2X sehari. dan utamkan sering belajar.
7. Ikutilah Program Bimbel(bimbingan belajar)
8. Latihan Soal
Aktivitas ini merupak tips yang bisa menambah kekuatan kita dalam menghadapi Ujian Nasional. Untuk membantu latihan, dapatkan soal-soal disini
9. Seringalah Berdiskusi dengan teman.
10. Istirahat terartur, perbanyak tidur, dan jaga makannan anda.
11. Berdoa dan Tawakal

SELAMAT MENGIKUTI UJIAN NASIONAL, GOOD LUCK

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa

Paradigma lama tentang proses pembelajaran yang bersumber pada teori tabula rasa John Lock dimana pikiran seorang anak seperti kertas kosong dan siap menunggu coretancoretan dari gurunya sepertinya kurang tepat lagi digunakan oleh para pendidik saat ini. Tuntutan pendidikan sudah banyak berubah. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan system pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14). Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur modelpembelajaran gotong royong, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif.
b. Tanggung jawab perseorangan.
c. Tatap muka.
d. Komunikasi antar anggota.
e. Evaluasi proses kelompok

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

3. Teknik Pembelajaran Kooperatif
Teknik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a. Mencari Pasangan
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep.
- Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
- Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
b. Bertukar Pasangan
- Setiap siswa mendapatkan satu pasangan.
- Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
- Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain.
- Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban.
- Temuan baru yang diperoleh dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
c. Kepala Bernomor
- Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
- Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
- Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
- Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
d. Keliling Kelompok
- Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang dikerjakan.
- Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya.
- Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.
e. Kancing Gemerincing
- Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
- Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
- Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya.
- Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya habis.
f. Dua Tinggal Dua Tamu
- Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat.
- Setelah selesai, dua orang dari setiap kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain.
- Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
- Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya kemudian melaporkan hasil temuannya.
- Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Pustaka
Lie, A. (2002) Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang
Kelas. Jakarta: Grasindo.
Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati,
D., & Nurjhani, M. (2003). Common Text Book Strategi Belajar mengajar Biologi.
(Edisi Revisi). Bandung: JICA-IMSTEP-UPI.
Sugandi, A.I. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masala Matmatika Melalui Model Belajar
Kooperatif Tope Jigsaw. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas Satu SMU Negeri
di Tasikmalaya). Tesis PPS UPI: Tidak diterbitkan.